Kisah Penemuan Batu Giok 20 Ton di Aceh

Paska booming dan laris manis giok, baik di Indonesia maupun di Aceh. Mayoritas penduduk Desa Pante Ara, Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya sudah beralih mata pencahariannya menjadi penambang batu giok. Setiap hari warga setempat menyusuri dari hulu sampai ke muara sungai. Bahkan warga masuk ke hutan untuk mencari bongkahan batu mulia yang bernilai jutaan dan bahkan miliaran ini.

Sepekan terakhir ini Aceh dihebohkan dengan penemuan batu giok yang diperkirakan jenis idocrase ini seberat 20 ton. Bongkahan batu ini ditemukan oleh seorang warga Pante Ara bernama Usman (45) dalam semak-semak hutan lindung tersebut.

Menurut warga Pante Ara, Kamaruzzaman saat dihubungi merdeka.com, mengatakan batu giok tersebut ditemukan sendiri oleh Usman saat sedang mencari batu mulia ini. Usman tak sengaja melihat bongkahan batu besar itu dan penasaran Usman pun mendekati batu itu yang tertutup dengan daun-daun.

"Karena penasaran, Usman pun mengajak rekannya yang lain untuk memeriksa batu tersebut, setelah dibersihkan baru mereka kaget menemukan batu giok jenis idocrase diperkirakan 20 ton," tegas Kamaruzzaman, Selasa (17/2) via telepon genggamnya.

Menurutnya, diperkirakan bongkahan batu besar itu terdapat idocrase super, solar dan neon. Ketiga jenis batu ini memang paling digemari pecinta batu saat ini dan bernilai tinggi. Jenis solar saja bisa dijual paling murah Rp 1 juta.

"Usman itu memang sudah lama mencari batu, sudah setahun lalu, namun belum pernah menemukan giok yang bagus, baru kali ini dia mendapatkan giok super seberat 20 ton," imbuhnya.

Usman beserta rekannya mengurung niatnya mengambil giok tersebut, jelasnya. Selain berada dalam hutan lindung, pemerintah Nagan Raya telah mengeluarkan aturan tidak boleh menambang di hutan lindung dan dilarang membawa bongkahan giok berat di atas 10 kilogram.

Kendati demikian, pada siangnya, lanjutnya, sejumlah warga desa tetangga mengajak Usman untuk membelah batu tersebut. Namun Usman selaku penemu pertama menolak rencana tersebut.

"Ada warga desa tetangga meminta giok itu dibelah, tetapi Usman menolak," jelasnya.

Kemudian pada malam harinya warga Desa Pante Ara mendapat informasi warga desa tetangga hendak mengambil batu giok super tersebut yang ditemukan oleh Usman. Sehingga menyulut emosi warga setempat dan langsung datang ke lokasi untuk mengamankan batu giok tersebut.

"Malam itu juga kami bergerak untuk menjaga agar tidak diambil oleh orang lain batu giok tersebut, sampai sekarang pihak kepolisian dan warga Desa Pante Ara masih berjaga-jaga di sekitar batu itu," tegasnya.

Untuk menuju ke lokasi ditemukannya giok seberat 20 ton tersebut harus terlebih dahulu menyusuri sungai sejauh 10 Km. Saat ini batu giok tersebut sudah dipasang garis polisi.

Pemerintah Kabupaten Nagan Raya telah menghabiskan dana senilai Rp600 juta untuk melakukan evakuasi batu giok Aceh seberat 20 ton yang diperebutkan masyarakat pedalaman kawasan Pante Ara, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Nagan Raya, Samsul Kamal yang dihubungi di Jeuram, Minggu (5/4/2015) mengatakan, pihaknya berhasil mengevakuasi sekitar 5,5 ton batu alam yang diperebutkan sementara sisanya masih berada di lokasi.

"Dari 20 ton itu kami perhitungkan hanya intinya sekitar satu ton yang berkualitas baik, sementara sisanya bisa dijadikan asesoris juga. Buat sementara ini lokasi batu masih dijaga oleh Polhut (PAM) karena evakuasi dihentikan sementara,"katanya.

Dia menjelaskan, dari ukuran besar batu giok Aceh seberat 20 ton ini hanya ditemukan sekitar 1,2 ton dimensi batu giok Aceh berkualitas mengandung jenis Idocress dan Solar (kualitas super seharga Rp10--15 juta/kg) yakni pada ukuran panjang batu 2,5 meter, lebar 25 cm dan kedalaman 40 cm.

Di saat perburuan batu giok di kawasa hutan lindung tersebut memanas, pemerintah terpaksa melibatkan aparat penegak hukum dari kepolisian bahkan TNI-AD untuk menghidarkan konflik sesama warga yang saling mengklaim pertama menemukan batu itu.

Samsul menegaskan peran pemerintah turun melakukan evakuasi agar tidak terjadi konflik berkepanjangan antar warga yang berebutkan batu, bukan untuk mencari keuntungan dari apa yang sedang dipermasalahkan.

Samsul menjelaskan, persoalan pembagian hak untuk orang yang menemukan batu serta warga berada di kawasan pedalaman tersebut akan diputuskan oleh muspida yang sudah dibentuk tim untuk menyelesaikan konflik antara warga yang melibatkan semua pihak.

"Itukan kawasan hutan lindung, jadi semua pihak berkewajiban menjaga agar tidak rusak. Menyangkut pembagian untuk masyarakat itu diputuskan oleh muspida berapa bagian mereka, saya hanya melaksanakan tugas,"katanya menambahkan.

Untuk datang ke lokasi batu alam ini harus menempuh jarak sekitar 2,5 jam perjalanan kaki dari pinggiran desa melewati bebatuan dan terjal pegunungan, meski demikian mencari batu alam ini sudah menjadi sumber perekonomian masyarakat.

Batu giok Aceh tersebut mulai diperebutkan warga saat diketahui memiliki nilai jual dengan taksiran para pencinta batu alam mencapaiRp20--200 miliar meskipun saat itu belum diketahui kandungan jenis didalamnya.

No comments:

Post a Comment